Jajaran Kepolisian dari beberapa Daerah dalam sepekan terakhir, mengungkap sejumlah temuan kasus penimbunan masker dalam jumlah besar. Satu kasus di antaranya melibatkan seorang oknum aparatur sipil negara (ASN) berinisial LC (44), bersama anaknya DS (22), rekannya BP (26) dan RN (25).
Dari tangan mereka, polisi menyita 200 kotak masker yang bakal dijual kembali hingga dikirim ke Hongkong. Oleh penyidik Poltestabes Makassar, mereka telah ditetapkan menjadi tersangka. Kasus lain yang ditangani Satreskrim Polrestabes Makassar adalah, penimbunan dan perdagangan masker dari tangan dua orang mahasiswa asal Makassar, berinsial JD (22) dan JM (21).
Barang bukti 200 kotak masker yang hendak dikirim ke Selandia Baru, disita polisi. Mereka juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Terbaru, Direktorat Kriminal Khusus Polda Sulsel, menggagalkan upaya pengiriman 22 ribu kotak masker ke Malaysia. Masker dikirim oleh perusahaan yang bergerak dalam sektor eskportir hasil laut di Kota Makassar.
Bos perusahaan berinisial HJ, masih menjalani pemeriksaan intensif penyidik, terkait pendalaman kasus itu. Polisi umumnya menerapkan Pasal 107, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan, untuk menjerat para tersangka sepanjang proses penyidikan.
Bunyi pasal itu, mengatur tentang pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan atau hambatan lalu lintas perdagangan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp50 miliar.
1. Kepentingan publik harus lebih diutamakan dalam menerapkan hukuman kepada siapa pun pelaku
Pengamat Hukum Universitas Muslim Indonesia, Prof Laode Husein berpendapat, penerapan pasal untuk siapa pun pelaku usaha yang terlibat dalam tindakan yang dapat merugikan kepentingan orang banyak, mesti dihukum seberat-beratnya.
Pengamat Hukum Universitas Muslim Indonesia, Prof Laode Husein berpendapat, penerapan pasal untuk siapa pun pelaku usaha yang terlibat dalam tindakan yang dapat merugikan kepentingan orang banyak, mesti dihukum seberat-beratnya.
Husain menjelaskan, pada prinsipnya, kepolisian dalam hal ini penyidik, bertindak untuk dan atas kepentingan publik. Proses penegakan hukum dilakukan ketika kepentingan publik dirugikan. “Polisi harus hadir untuk melakukan penegakan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh para pelaku usaha,” kata Husein kepada IDN Times saat dikonfirmasi, Jumat (6/3).
Hukuman yang diterapkan polisi, menurutnya, harus dapat betul-betul mempertimbangkan keadilan dan kepentingan publik. Yang paling mendasar disebutkan Husein, hukuman itu harus dapat menimbulkan efek jera pada semua pelaku kejahatan. Termasuk dalam konteks kejahatan perdagangan.
“Untuk menimbulkan efek jera itu, kita harus mencarikan pasal yang seberat-beratnya bukan seringan-ringannya. Tidak boleh penyidik mencari pasal yang meringankan. Harus pasal yang memberatkan karena kita berlandaskan untuk kepentingan publik,” kata Husein.
2. Kondisi genting soal kelangkaan barang, bisa jadi dasar penyidik menerapkan pasal yang memberatkan pelaku kejahatan
Husein menuturkan, untuk menerapkan pasal yang betul-betul bisa membuat jera pelaku kejahatan dengan beragam pertimbangan lain. Misalnya, kata Husein, menyoal kelangkaan hingga lonjakan harga masker di pasaran, di tengah-tengah meningkatnya kebutuhan masyarakat akibat dari kecemasan mewabahnya virus corona.
Husein menuturkan, untuk menerapkan pasal yang betul-betul bisa membuat jera pelaku kejahatan dengan beragam pertimbangan lain. Misalnya, kata Husein, menyoal kelangkaan hingga lonjakan harga masker di pasaran, di tengah-tengah meningkatnya kebutuhan masyarakat akibat dari kecemasan mewabahnya virus corona.
Alternatif pertimbangan itu menurut Husein, bisa menjadi dasar penyidik untuk menerapkan hukuman setinggi-tingginya untuk para pelaku kejahatan. “Apa lagi suasana mengkhawatirkan, suasana genting, justru itu, bisa menjadi hal-hal yang memberatkan. Jangan pelaku usaha menggunakan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan,” terang Wakil Rektor III UMI Makassar ini.
3. KPPU belum temukan pelanggaran pelaku usaha perdagangan masker
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) baru-baru ini merilis hasil pemantauan dan penelusuran terkait perdagangan dan kelonjakan harga masker di berbagai daerah di Indonesia. Termasuk di Kota Makassar. Dalam Siaran Pers No.14/KPPU-PR/III/2020, pada Selasa (3/3) lalu, KPPU menyatakan, belum menemukan dugaan pelanggaran perdagangan masker.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) baru-baru ini merilis hasil pemantauan dan penelusuran terkait perdagangan dan kelonjakan harga masker di berbagai daerah di Indonesia. Termasuk di Kota Makassar. Dalam Siaran Pers No.14/KPPU-PR/III/2020, pada Selasa (3/3) lalu, KPPU menyatakan, belum menemukan dugaan pelanggaran perdagangan masker.
“Hal itu disimpulkan dari temuan sementara penelitian inisiatif yang dilakukan KPPU dalam menyikapi kenaikan dan kelangkaan harga masker di pasaran sejak awal Februari 2020 hingga 2 Maret 2020,” bunyi siaran pers yang diterima sejumlah jurnalis di Makassar, sesaat lalu.
Penelitian tersebut memang menunjukkan kenaikan harga masker terutama jenis 3 ply mask dan N95 mask yang sangat signifikan. Namun saat ini, kenaikan masih dipicu oleh merebaknya Novel Coronavirus (COVID-19) di seluruh dunia.
Hasil penelitian tersebut disampaikan di Forum Jurnalis terkait Temuan Sementara Penelitian KPPU atas Kelangkaan Masker di Pasaran pada 3 Maret 2020 oleh Anggota KPPU Guntur S Saragih dan Direktur Ekonomi KPPU M Zulfirmansyah.
“Dalam rentang waktu tersebut, KPPU melihat adanya kenaikan harga yang signifikan dari harga normal. KPPU melihat ada peningkatan demand yang tinggi di pasar yang tidak diiringi dengan peningkatan supply dari produsen. Di mana jumlah produksi antar produsen tidak sama,” ujar Zulfirmansyah.
KPPU katanya, telah melakukan konsolidasi data dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian, di mana pembuktian memperlihatkan berkurangnya stok masker dan tingginya permintaan. Penelitian tersebut dilakukan di area Jabodetabek dan seluruh wilayah kerja kantor wilayah KPPU.
KPPU belum menemukan adanya pelaku usaha besar yang menjadi sumber kenaikan harga masker di pasaran. Dari struktur, saat ini terdapat banyak pelaku usaha di pasar masker Indonesia. Tercatat ada 28 perusahaan produsen masker yang terdaftar melalui izin yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan, 55 perusahaan distributor masker, dan 22 perusahaan importir masker.
“Dari penelitian juga ditemukan bahwa belum ada pelaku usaha besar yang melanggar aturan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di pasar,” terang Zulfirmansyah.
KPPU mengimbau masyarakat untuk tidak panik menghadapi pengumuman yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020 bahwa di Indonesia telah ditemukan suspek pasien yang terinfeksi COVID-19. Kepanikan ini membuat meningkatnya daya beli di pasaran dan meningkatkan kebutuhan secara mendadak, sehingga sangat rentan dimanfaatkan oleh pasar untuk menaikkan harga masker.
“KPPU berharap masyarakat dapat teredukasi dengan baik dan bertindak cerdas dalam bertransaksi. KPPU juga mengapresiasi pelaku usaha yang tidak melakukan peningkatan harga dan memanfaatkan situasi yang tengah terjadi saat ini,” ungkapnya.
(IDN Times)